Belakangan ini, pasti kamu sering mendengar istilah hustle culture. Mungkin isitlah satu ini terdengar keren, tapi arti sebenarnya tidaklah demikian. Ungkapan hustle culture justru punya konotasi negatif dan disematkan kepada para pekerja yang hanya memikirkan pekerjaan.
Nah, apakah kamu termasuk demikian? Untuk tahu lebih lengkapnya kamu bisa baca hingga tuntas artikel di bawah ini, ya!
Apa Itu Hustle Culture?
Hustle culture adalah suatu standar di masyarakat yang beranggapan bahwa kamu hanya dapat mencapai kesuksesan jika benar-benar mendedikasikan hidup untuk bekerja sekeras-kerasanya. Istilah lainnya adalah workaholism.
Fenomena hustle culture sendiri pertama kali ditemukan pada tahun 1971, kemudian menyebar dengan cepat.
Budaya hustle culture membuat seseorang yang menjalaninya tidak punya batasan antara kehidupan profesional dan pribadi. Hasilnya, memang sukses dan produktif yang didapatkan, tapi kesehatan fisik dan mental justru terabaikan. Kamu tidak mau kan, jadi orang kaya tapi sering masuk rumah sakit?
Dampak Hustle Culture
Sudah banyak studi yang menerangkan bahwa hustle culture sangat berdampak buruk untuk para pekerja. Seperti salah satu studi yang diterbitkan oleh Occupational Medicine yang mengatakan bahwa orang yang bekerja lebih lama sangat mungkin mengalami kecemasan depresi dan masalah kesehatan tidur.
Dampak hustle culture sendiri terjadi di berbagai negara, misalnya saja di Amerika Serikat, di mana berdasarkan data Forbes 55% pekerja di US merasa tertekan oleh pekerjaan.
Sementara itu, dari Mental Health Foundation, UK, di Inggris terdapat 14,7% pekerja yang mengalami gangguan kesehatan mental disebabkan oleh pekerjaan. Lalu di negara Asia seperti Jepang, jumlah pekerja yang menderita penyakit jantung stroke dan gangguan mental meningkat hingga tiga kali lipat karena kelelahan bekerja.
Lalu, bagaimana di Indonesia sendiri? Di negara kita tercinta ini, 1 dari 3 pekerja menderita gangguan kesehatan mental karena jam kerja yang berlebihan.
Ada beberapa dampak buruk lainnya yang disebabkan dari budaya hustle culture, antara lain:
- Stres berlebihan
- Burnout
- Terkena penyakit fisik yang mengurangi kualitas hidup
- Tidak punya waktu untuk kehidupan pribadi
Penyebab Hustle Culture
Hustle culture membuat seseorang terlalu berusaha keras untuk bekerja demi mencapai tujuan. Padahal, masih banyak waktu yang tersedia. Ada beberapa penyebab yang membuat hustle culture ini mempengaruhi seseorang, antara lain:
1. Munculnya Toxic Positivity dari Sekitar
Toxic positivity adalah keinginan untuk mempertahankan asumsi positif bahkan dalam situasi stres. Anggapan ini sering datang dari perkataan orang-orang sekitar. Kita dipaksa untuk menjadi kuat dan selalu bersemangat, meski dalam keadaan lelah.
Biasanya, toxic positivity akan bernada seperti ini “Kalau capek itu pasti, namanya juga kerja” atau “Kalau bilang cape mulu, kapan suksesnya?”.
2. Teknologi yang Semakin Canggih
Tidak selalu berdampak positif, perkembangan teknologi juga bisa membawa dampak negatif, salah satunya dengan menyebarnya budaya hustle culture. Mengapa demikian? Teknologi membuat kita bisa bekerja dimana saja dan kapan saja.
Kamu dapat dengan mudah mengirim dan membalas email melalui smartphone, merencanakan virtual meeting dengan orang yang ada di benua lain dengan internet. Tanpa kita sadari, kemudahan dalam bekerja ini membuat kita terus bekerja dan bekerja.
3.Adanya Konstruksi Sosial
Tidak bisa disangkal, bahwa masih banyak dari kita yang beranggapan sukses hanya bisa diraih dengan bekerja terus menerus. Karena ketika kita bekerja terus menerus, kita bisa mendapatkan banyak uang dan mendapatkan karier cemerlang. Padahal, hal tersebut tidak selalu demikian.
Ciri-ciri Hustle Culture
Faktanya, kita sering tidak sadar bahwa sebenarnya kita sudah masuk dalam hustle culture. Nah, untuk tahu apakah kebiasaan bekerjamu sudah termasuk hustle culture atau belum, coba perhatikan ciri-ciri hustle culture berikut ini!
- Pikirannya selalu memikirkan pekerjaan hingga ia tidak punya waktu santai
- Merasa dirinya bersalah bila beristirahat bukannya bekerja
- Memasang target yang tidak realistis terhadap pekerjaanya
- Sering mengalami burnout atau merasa kelelahan bekerja
- Tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja